9.24.2006

Budaya Gaul tuk Anak Muda

Orang bilang, kalo tahun ini rambut kita ngga segimbal Lenny Kravitz, maka kita ngga gaul. Kalo ngga gape main winning eleven atau ngga jago memainkan si Lara Croft kita bukan anak gaul, bahkan kalo seumur-umur kita belum pernah nginjek diskotik & pub, kita super ngga gaul, kacida (kata urang bandung mah). Menjadi anak gaul seolah menjadi impian setiap anak remaja, rasanya kita begitu save dan enjoy pergi kemana-mana kalo kita punya label gaul, ke sekolah ok, ke mall asyik, beredar di jalanan pun ok aja lagi.

Pokoknya kalo kita punya merk anak gaul, yang lain minggiiirrr! Sayangnya, banyak yang menafsirkan sosok anak gaul dengan tafsiran yang dangkal dan agak ganjil. Anak SD sekarang malu kalo belum merokok, disangka ngga gaul, anak SMP “fastabiqul” ngumpulin koleksi artis-artis idolanya ala Westlife, Greenday, dll. Malu kalo temannya main ke kamarnya ngga ada foto si Bryan atau si Sean. Anak SMU malu abis kalo masih jomblo dan ngga tau trik-trik menarik perhatian. Anak mahasiswa apalagi, banyak yang sudah ngga malu kalo sudah ngga virgin lagi. Iih ngeri yah, masa sih anak gaul mesti seperti itu? Apa bener anak gaul mesti punya ciri-ciri kayak yang diceritakan tadi? Sobat muda yang shaleh dan tetap ceria, coba deh kita tengok lagi kamus bahasa Indonesia kita, di sana jelas dikatakan bergaul artinya bercampur, berbaur, bermasyarakat.

Bahkan menurut kamus bahasa gaul sendiri, bergaul itu artinya supel, pandai berteman, nyambung diajak ngomong, periang, cerdas, dan serba tau info-info yang aktual, tajam dan terpercaya alias luwes wawasan. Jadi, ngga tepat dong kalo label anak gaul hanya diberikan kepada mereka-mereka yang punya puber, berpenampilan supergirl, makannya burger tapi kerjaannya cuma udar-ider.

Dan kayaknya lebih cocok kalo label anak gaul itu, buat sobat muda yang cerdas, luwes dan berwawasan luas, kalem, berpenampilan adem, jiwanya tentrem, kerjanya baca buku sampe malem dan hobinya shalat malem, plus ngga ketinggalan anak gaul itu mesti rame tapi ngga bikin rese. Sepakat??? Lawan dari gaul adalah “kuper” alias kurang pergaulan. Sobat, dulu orang gampang aja ngecap seseorang itu anak gaul atau kuper. Kalo anaknya hip-hip hura kemana-mana bawa ganknya, penampilan nyentrik walau ngga komplit Nokia N-gage terbaru di tangan, ke kampus bawa kodok VW teranyar, itu anak gaul. Sebaliknya, kalo anaknya pendiam, pemalu, lugu, penampilan alakadarnya pokona mah ngolot lah, itu jelas anak kuper bahkan sebagian orang kerap mengidentikkan kekuperan dengan jilbab dan peci, “nyantri”, yang mojok di pinggiran keramaian kota. Astaghfirullahal adzim.Tapi jangan khawatir sobat muda, sekarang skornya jadi

1 : 1 ketika ternyata di sekolah-sekolah favorit, di kampus-kampus bonafid, di perumahan-perumahan elit bahkan di kursi-kursi eksekutif mereka berpenampilan nyantri, bahkan skornya berbalik menjadi

1 : 2 saat sosok-sosok juara kelas dan siswa teladan, ketua senat pembela aspirasi umat, teknokrat yang taat, ilmuwan yang penuh pemahaman, hartawan yang dermawan, dan dokter yang berakhlak mulia, menjelma menjadi sosok gaul yang berbaur dengan masyarakat dan membawa rahmat bagi mereka. Wah seru ya jadi anak gaul yang dicintai kerabat, sahabat dan masyarakat di dunia dan akhirat. Hidup dengan enak tapi tidak seenaknya. Gimana caranya??? Gini deh

Pertama, kuasai informasi
Filsafat modern mengatakan siapa yang menguasai informasi dialah yang menguasai dunia. Sobat, ingatlah di dunia ini hanya ada dua pilihan, dipengaruhi atau mempengaruhi. Jadilah Mr. Info yang serba tau dan jangan pernah ketinggalan berita-berita terkini dan tercanggih, sehingga kalo temen kamu butuh info sesuatu, pastikan bertanya sama kamu dan mendapat jawaban yang memuaskan. Jangan kalah sama mereka yang otaknya dijejali dengan menghapal seleb-seleb yang sama zodiaknya, lagu-lagu teranyar yang dirilis boys-band favoritnya, dll. Kalo sudah jadi Mr. Info, insya Allah ngga bakalan ada orang yang berani ngecap kamu kuper. Tapi ingat, tidak semua yang kita tau harus kita lakoni.

Kedua, harus ada nilai plus kesalehan.
Salah satu indikator dari kesalehan adalah baik budi pekerti/akhlak. Ngga ada cerita orang yang ngga suka sama anak shaleh. Anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua, semuanya suka anak yang berbudi pekerti baik. Bukankah ketika Rasul ditanya oleh para sahabat, siapakah yang di antara hamba Allah yang paling dicintai Allah, beliau menjawab, “Yang terbaik budi pekertinya”. (At-Thabrani).

Ketiga, milikilah sahabat sejati.
Sebuah hikmah menyatakan manusia itu ibarat satu sayap yang tidak dapat terbang tanpa sayap yang satunya, dan di sanalah peranan seorang teman sejati yang mengokohkan kita saat kita oleng, yang mengingatkan kita saat kita khilaf, yang menuntun kita saat kita buta. Teman sejati inilah yang tidak dimiliki oleh anak-anak gaul yang meninggal dengan tragis akibat over dosis karena obat yang diberikan “sohib” karibnya. Teman sejati juga tidak dapat dimiliki dalam kehidupan tak bernorma ala homo homini lupus, siapa yang kuat dia yang dapat, ambil kesempatan urusan belakangan, sehingga timbullah makhluk-makhluk selingkuh, khianat dan munafik. Itulah akibatnya kalo kita salah pilih teman kepercayaan, kita merasa ditusuk dari belakang, sakit sekali dan di akhirat kita bisa gigit jari.Keempat, kalo sudah punya teman sejati sebagai pegangan, berlakulah seperti ikan di laut yang hidup di air asin tapi tubuhnya tidak berasa asin. Jangan menutup diri, berbaurlah, tapi jangan lebur. Ingat pesan Rasul, “Orang mukmin yang bergaul dengan orang lain dan tabah menghadapi gangguan mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan orang lain dan tidak tabah menghadapi gangguan mereka (At-Tirmidzi). Bukankah shalat berjamaah lebih utama daripada sendirian? Bukankah amal jama’i lebih mengesankan daripada amal sendirian? Dan bukankah sabda Rasul, “ Orang yang paling baik adalah orang yang paling banyak manfaatnya untuk manusia”.