9.15.2006

Kenakalan

Oleh Mustafid Amna

SEKALIPUN seringkali dikaitkan dengan anak-anak, sehingga dikenal istilah anak nakal, dan adakalanya disangkutpautkan dengan orang dewasa seperti pengusaha nakal, kenakalan lebih melekat pada remaja. Mencorat-coret dinding, mabal (bolos sekolah) dan kebut-kebutan adalah jenis-jenis kenakalan yang umum dilakukan remaja kita. Dalam dekade terakhir, kenakalan remaja cenderung sangat memprihatinkan. Media massa, baik cetak maupun elektronik sering memberitakan aktivitas remaja yang membahayakan. Sebut saja perkelahian secara perorangan, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan dan penyalahgunaan obat-obatan seperti psikotropika, yang yang bisa berujung dengan kematian.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, nakal adalah "suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu dsb. terutama bagi anak-anak) atau buruk kelakuan."
Juvenile deliquency atau kenakalan remaja dapat ditinjau dari empat faktor penyebab, yakni faktor pribadi, faktor keluarga yang merupakan lingkungan utama, maupun faktor sekolah dan lingkungan sekitar yang secara potensial dapat membentuk perilaku seorang remaja.

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci bimbingan orang tua yang bertanggung jawab dapat mengantar individu manusia menerima hidayah Allah sehingga potensi kemalaikatan yang ada dalam dirinyalah yang akan berkembang. Sebaliknya, tanpa bimbingan orang tua, tidak mustahil justru potensi kebinatangan yang ada dalam diri individullah yang akan muncul. Maka berbagai sifat keji (ahlaqul madzmumah) seperti pemarah, tamak, dengki, pendendam, tidak sabaran, sombong dan tidak amanah seumpamanya yang akan berkembang dan melekat pada pribadi yang bersangkutan. Hal ini berlaku karena individu tersebut telah dikuasai oleh naluri agresif dan tidak rasional yang mewakili nafsu kebinatangan, serta pengalaman yang diterima sejak kecil. Sifat-sifat tidak baik itu mungkin telah muncul sejak individu masih anak-anak dan kemudian tambah diperkuat ketika yang bersangkutan memasuki masa remaja.

Pada tahap perkembangan awal sebagian besar waktu anak pada umumnya dihabiskan di lingkungan rumah atau dalam pengawasan keluarga. Ini berarti bahwa perkembangan mental, fisik dan sosial individu ada di bawah arahan orang tua atau terpola dengan kebiasan yang berlaku dalam rumah tangga. Dengan demikian jika seorang remaja menjadi nakal atau liar maka kemungkinan besar faktor keluarga turut memengaruhi keadaan tersebut. Kondisi keluarga yang dapat menyumbang terhadap terjadinya kenakalan anak adalah kurangnya perhatian yang diberikan orang tua, serta kurangnya penghayatan dan pengamalan orang tua/keluarga terhadap agama.

Sekolah merupakan lingkungan belajar kedua yang berkontribusi terhadap keberhasilan dan ketidakberhasilan, dengan salah satu indikator kenakalan, anak. Faktor sekolah yang berkontribusi terhadap kenakalan remaja antara lain disiplin sekolah yang longgar, ketidakacuhan guru dan pengelola sekolah terhadap masalah siswa di luar urusan sekolah, serta tidak lancarnya komunikasi antara guru dan orang tua yang menyebabkan kecilnya peran orang tua dalam kemajuan pendidikan anaknya.
Faktor lingkungan merujuk kepada peranan masyarakat, multimedia dan berbagai fasilitas, seperti pusat-pusat hiburan yang menyediakan pelbagai produk yang bisa menumbuhkan dan meningkatkan rangsangan seksual dan nafsu hewani . Aktivitas lingkungan yang menyumbang terhadap kenakalan remaja antara lain pergaulan bebas di antara pria dan wanita, sikap permisif yang ditunjukkan masyarakat, munculnya pusat-pusat hiburan serta pertunjukan musik yang mengumbar birahi serta tayangan kekerasan dan pornografi.

Pada praktiknya kontribusi keempat faktor tersebut berbeda-beda dalam berbagai kasus kenakalan remaja. Sekalipun demikian jika seorang remaja terjatuh dalam kenakalan, maka orang tualah yang memiliki tanggung jawab terbesar. Ketimbang menyalahkan pihak lain, orang tua pulalah hendaknya yang mengambil inisiatif memperbaikinya. Dalam keadaan demikian seyogianya orang tua: 1) dapat memaafkan dan berlaku adil terhadap anak. 2) Tidak terlalu menampakkan kekecewaan dan dapat menerima anak apa adanya. 3) Memberi pertolongan dan membimbing dengan sabar, lemah lembut dan penuh kasih sayang. 4) Meminta pendapat remaja yang bersangkutan tentang bagaimana mencari solusi masalah yang sedang dihadapi.

Berjaga-jaga dengan memberikan pendidikan agama sejak dini, selalu lebih baik dari pada mengobati. Sebelum atau sekurang-kurangnya pada saat memohon dianugerahi anak saleh, kita seyogianya siap menjadi orang tua yang saleh. Orang tua yang saleh adalah pria yang mampu menjadi pemimpin buat istri dan anak-anaknya. Ibu yang selalu berusaha menyiapkan surga bagi anak-anaknya di telapak kakinya.

Orang tua yang siap memberikan teladan buat putra putrinya dan orang tua yang bertanggung jawab terhadap kebahagiaan dunia akhirat anak-anaknya."Setiap saat bayi terlahir dalam keadaan suci, terpulang kepada orang tuanyalah untuk meyahudikannya atau menasranikannya (Hadis Riwayat Bukhari).

0 komentar: